![Tidak Ada Pilihan untuk Kegagalan](https://www.rincilokal.id/wp-content/uploads/2025/08/tokoh-nasional-asal-sumatera-utara-sekaligus-founder-chairman-ct-corp-chairul-tanjung-menyampaikan-p.jpeg; charset="utf-8"-120x86.jpeg; charset="utf-8")
www.rincilokal.id – Kasus korupsi yang terus melanda sejumlah pejabat di Indonesia menunjukkan betapa rentannya integritas dalam dunia pemerintahan. Berbeda dengan fenomena tersebut, figura Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, dikenal sebagai sosok yang hidup dalam kesederhanaan serta menjunjung tinggi prinsip anti-korupsi.
Selama menjabat dari tahun 1945 hingga 1956, Hatta memiliki banyak kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Pada periode tersebut, memang sudah ada beberapa pejabat yang terlibat dalam praktik korupsi, meski sering dilakukan secara individu.
Sejarawan Anhar Gonggong menjelaskan bahwa meskipun ada korupsi, nilai-nilai moral yang dipegang pada waktu itu masih kuat. Banyak pemimpin partai yang terdidik dan tidak terjerumus dalam praktik curang, termasuk Hatta yang tegas menolak tindakan yang melanggar etika tersebut.
Integritas Mohammad Hatta dan Kesehariannya yang Sederhana
Mohammad Hatta dikenal tidak hanya sebagai proklamator tetapi juga sebagai contoh pemimpin yang anti-korupsi. Kisah hidupnya mencerminkan betapa dia mengutamakan kesederhanaan dan integritas di atas kepentingan pribadi. Hal ini terlihat jelas dalam berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang hidupnya.
Salah satu cerita yang mengesankan tentang Hatta berasal dari awal tahun 1950-an. Hatta pernah tertarik pada sebuah sepatu mahal yang dia lihat di iklan, namun dia memilih menahan keinginan tersebut karena kesadaran akan kondisi perekonomiannya. Uang pensiun yang diterimanya sangat terbatas dan hanya cukup untuk kebutuhan dasar keluarganya.
Keputusan Hatta untuk tidak membeli sepatu mahal tersebut menyoroti komitmennya terhadap prinsip hidup sederhana. Dia memilih untuk mengingat ingatan tentang sepatu itu tanpa pernah memaksakan diri untuk memiliki barang yang tidak mampu dibelinya, menggunting iklan tersebut dan menyimpannya sebagai pengingat.
Kesulitan Keuangan dan Ketulusan Hatta
Dengan pensiun yang sangat terbatas, Hatta sering kali menghadapi kesulitan finansial yang berat. Tidak hanya sepatu, ia kesulitan untuk membayar tagihan listrik dan air, tetapi sikapnya tetap tegar dan tidak mengeluh. Hatta berusaha keras untuk menjaga kehidupan sederhana yang dia jalani.
Anaknya, Rahmi, pernah mengusulkan untuk membuat kotak uang bagi tamu yang datang berkunjung. Namun, usulannya ini membuat Hatta marah besar karena dia menganggap permintaan itu sebagai suatu bentuk meminta-minta. Ini menunjukkan betapa Hatta sangat memegang prinsip kesederhanaan.
Melihat kondisi Hatta yang semakin sulit, Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, Ali Sadikin, merasa prihatin dan berupaya untuk membantu. Dalam otobiografinya, Ali menceritakan bagaimana pemerintah DKI menanggung semua tagihan rumah Hatta, termasuk biaya listrik dan air. Namun, bantuan itu belum cukup untuk merubah keseluruhan situasi keuangan Hatta.
Penerimaan Bantuan dan Penolakan Hatta untuk Memanfaatkan Dana Negara
Seiring dengan bertambahnya masalah kesehatan, Hatta memerlukan biaya besar untuk pengobatan, tetapi tetap saja, kondisi keuangannya tidak mendukung. Akhirnya, pemerintah mengambil langkah untuk menanggung biaya perjalanan dan perawatannya ke Belanda, berdasarkan haknya sebagai mantan wakil presiden.
Akan tetapi, Hatta merasa sangat tidak nyaman menerima dana tersebut. Dia berprinsip tidak ingin menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi meskipun berhak atas fasilitas kesehatan. Prinsip ini menunjukkan komitmennya terhadap integritas.
Dalam perjalanan waktu, Hatta tetap berupaya untuk mengembalikan seluruh biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk perawatan dan pengobatannya. Meski pihak pemerintah berusaha menolak, Hatta tetap bersikeras melunasi semua biaya tersebut dengan menggunakan tabungannya sendiri.
Legasi Mohammad Hatta: Kesederhanaan dan Integritas yang Bertahan
Prinsip hidup yang dijunjung Mohammad Hatta tidak hanya tercermin dalam tindakan sehari-harinya, tetapi juga menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang. Sampai akhir hayatnya, Hatta tetap hidup dalam kesederhanaan, dan tidak pernah bisa membeli sepatu yang pernah diimpikannya.
Lebih dari sekadar seorang wakil presiden, Hatta adalah simbol integritas dan kesederhanaan. Kisah-kisah yang mengelilingi hidupnya mengajarkan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam setiap aspek kehidupan, terutama di dunia politik.
Semangat Hatta dalam menolak korupsi dan menjalani hidup sederhana seharusnya menjadi teladan bagi semua pemimpin masa kini. Dalam era yang penuh dengan tantangan ini, nilai-nilai yang dibawa oleh Hatta harus kembali dihadirkan sebagai panduan dalam membangun masa depan yang lebih baik.
