Titik Terdepan Indonesia dalam Transisi Energi

BacaJuga

Tantangan dalam Pemulihan Ekonomi di Tingkat Daerah

Kepala Daerah Dipilih DPRD Menata Ulang Demokrasi yang Bermartabat

www.rincilokal.id – Pada tahun lalu, tepuk tangan menggema di Baku, Azerbaijan, menandai penutupan COP29. Indonesia kini muncul sebagai contoh negara yang serius dalam melaksanakan komitmen terhadap perubahan iklim, dengan target Nationally Determined Contribution (NDC) yang ambisius.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target pengurangan emisi hingga 31,89 persen secara unconditional dan bahkan 53,2 persen secara conditional menjelang tahun 2030. Langkah-langkah konkret telah diambil, seperti pengurangan 5,5 GW dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara dan restorasi mangrove seluas 600 ribu hektare.

Transformasi ini juga tercermin dalam revisi Peraturan Presiden yang mengarah pada pembentukan Bursa Karbon Nasional dan pengaturan regulasi untuk teknologi transisi seperti hidrogen hijau dan carbon capture. Terlebih lagi, upaya pemerintah dalam mempercepat pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) menunjukkan ini bukan sekadar retorika belaka.

Strategi Energi Baru Selaras Dengan Visinya

Perusahaan Listrik Negara (PLN) merilis Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025-2034 yang menunjukkan perubahan orientasi ke penggunaan energi terbarukan. Di dalam rencana ini, 76 persen dari pembangkit baru akan bersumber dari EBT, didukung oleh 3,5 GW penyimpanan baterai dan program Green Super Grid.

Pembangunan jaringan Green Super Grid yang mencakup 48 ribu kilometer bertujuan untuk menghubungkan potensi listrik hijau yang ada di luar Pulau Jawa dengan pusat-pusat konsumsi di wilayah tersebut. Langkah ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya ingin mengurangi emisi, tetapi juga memastikan kelangsungan pasokan energi.

Investasi dalam energi terbarukan juga mengalami perkembangan positif. Just Energy Transition Partnership (JETP) dengan nilai US$ 20 miliar telah memasuki fase eksekusi melalui Indonesia Investment Authority (INA). Keberadaan Bursa Karbon yang kini lebih aktif, dengan lebih dari 130 emiten yang terlibat, adalah langkah maju yang signifikan.

Transportasi dan Inovasi di Era Kendaraan Listrik

Sektor transportasi Indonesia berperan aktif dalam akselerasi target emisi. Program B35 dan B40 kini sudah mulai direalisasikan, sekaligus memberikan insentif fiskal bagi industri kendaraan listrik yang menghasilkan pertumbuhan signifikan. Produksi kendaraan listrik meningkat 180 persen di semester pertama tahun 2025, menunjukkan respons positif terhadap kebijakan pemerintah.

Kebijakan lainnya, seperti penghapusan PPN bagi kendaraan berbasis hidrogen, juga menguatkan dorongan untuk adopsi solusi transportasi yang lebih bersih. Melalui kerangka regulasi yang kuat, langkah ini memberi jaminan untuk pencapaian target-target iklim yang telah ditetapkan.

Di sektor industri, pemanfaatan cadangan strategis Indonesia, seperti nikel dan kobalt, membantu mengembangkan ekosistem baterai nasional. Inovasi dalam pabrik HPAL generasi baru mampu menurunkan intensitas emisi hingga 18 persen, menjadikan industri baterai semakin ramah lingkungan.

Pentingnya Keberlanjutan Ekologis dan Kerangka Regulasi

Foundation di bidang keberlanjutan juga semakin diperkuat dengan adanya Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, yang kini memiliki mandat permanen dalam pengelolaan karbon biru. Konsistensi Indonesia dalam upaya mengelola sumber daya yang berkelanjutan menciptakan peluang investasi yang menarik bagi pasar karbon global.

Koalisi antara Indonesia, Brasil, dan Kongo untuk menetapkan harga dasar kredit karbon akan memberikan insentif bagi investor untuk berpartisipasi dalam pasar sukarela. Dengan jaminan tata kelola yang baik, akan lebih mudah menarik perhatian lembaga multilateral untuk mendukung program keberlanjutan.

Regulasi PP Nomor 36 Tahun 2025 yang mengatur rantai pasokan mineral baterai juga mengharuskan pelacakan ESG, yang sejalan dengan praktik global. Ini menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam mengatur industri dengan prinsip keberlanjutan tinggi.

Pengakuan Global Terhadap Upaya Indonesia di Bidang Iklim

Pengakuan dunia internasional terhadap upaya Indonesia dalam pengelolaan iklim semakin mengemuka. International Energy Agency (IEA) telah mengakuinya sebagai negara dengan program Fast-Track Net Zero, sementara rating utang negara mengalami peningkatan dari agen pemeringkat Moody’s berkat kredibilitas dalam kebijakan iklim.

Belum lama ini, Bank Dunia menilai subsidi untuk listrik tenaga surya yang ada di Indonesia sebagai model inklusif yang dapat memberikan manfaat bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta rumah tangga kecil. Hal ini menegaskan bahwa strategi yang inklusif bisa menjadi landasan bagi keadilan sosial dan ekonomi.

Dengan total portofolio proyek hijau yang mencapai lebih dari US$ 90 miliar, Indonesia memiliki tiga poin kuat yang dapat diajukan di COP30. Pertama, adanya kejelasan mengenai proyek-proyek siap dan terverifikasi. Kedua, keberhasilan dalam regulasi ESG di sektor mineral dan ketiga, model kelembagaan dari JETP yang dapat diduplikasi secara global.

Namun, tantangan masih ada di depan mata. Ketergantungan fiskal pada sumber daya alam seperti batu bara dan minyak menuntut adanya diversifikasi pendapatan negara. Solusi yang harus dipertimbangkan antara lain penerapan mekanisme royalti progresif, pajak emisi kendaraan, dan juga perluasan kompensasi sosial untuk komunitas terdampak.

Secara statistik, penurunan intensitas emisi per PDB sebesar 12 persen sejak tahun 2010 serta laju deforestasi terendah sepanjang sejarah menunjukkan kemajuan signifikan. Investasi dalam energi bersih yang mencapai US$ 14 miliar pada tahun 2024 juga mencerminkan pertumbuhan yang menggembirakan.

Dengan kecepatan realisasi janji iklim yang menjadi topik utama di antara negara-negara G20, Indonesia kini tidak hanya mempersiapkan narasi, melainkan juga menunjukkan hasil kerja nyata. Kesempatan di COP30 bukanlah hanya untuk mempresentasikan rencana, tetapi untuk memamerkan prestasi yang telah dicapai.

Selanjutnya, kerjasama internasional menjadi hal penting. Indonesia diharapkan dapat melakukan kolaborasi lintas negara, memperkuat transfer teknologi, dan membuka akses investasi baru, agar capaian keberlanjutan yang diperoleh dapat memberikan efek positif secara berkelanjutan.