www.rincilokal.id – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang digelar pada 19-20 Agustus 2025 memutuskan untuk mengurangi BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%. Penurunan ini merupakan yang keempat kalinya sejak awal tahun 2025 dan terjadi dalam dua bulan berturut-turut, mencerminkan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah tantangan yang ada.
Keputusan ini diambil dalam konteks inflasi yang diprakirakan tetap rendah pada tahun 2025 dan 2026, serta stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyebutkan bahwa level 5% merupakan yang terendah sejak 2022 dan mencerminkan penurunan total sebanyak 125 basis poin sejak September 2024.
Perry juga menekankan pentingnya koordinasi antara BI dan pemerintah dalam upaya menurunkan yield Surat Berharga Negara (SBN). Dia menyebutkan bahwa saat ini yield SBN untuk tenor 10 tahun telah turun menjadi 6,4% dan diharapkan akan terus menurun ke depannya.
Analisis Penurunan BI-Rate dan Dampaknya terhadap Ekonomi
Penurunan BI-Rate ini adalah langkah strategis yang berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong investasi dan konsumsi yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda ekonomi. Dengan suku bunga yang lebih rendah, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha akan lebih siap untuk berinvestasi.
Selain itu, penurunan ini juga berfungsi untuk menjaga daya beli masyarakat yang mungkin tertekan oleh inflasi. Dengan likuiditas yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan akses ke kredit yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari maupun investasi.
Namun, perlu dicatat bahwa setiap kebijakan memiliki risiko. Penurunan suku bunga dapat meningkatkan tekanan inflasi jika tidak diimbangi dengan produksi yang memadai. Oleh karena itu, penting bagi BI untuk terus memantau kondisi ekonomi dan inflasi secara berkala sehingga keputusan yang diambil dapat selalu relevan dan tepat.
Kondisi Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi 2025
Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang krusial dalam pengambilan kebijakan moneter. Menurut proyeksi, inflasi diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran yang aman, yaitu 2,5±1% untuk tahun 2025 dan 2026. Angka ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia mampu bertahan di tengah ketidakpastian global.
Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan dapat mencapai target yang ditetapkan. Adanya kebijakan suku bunga yang lebih rendah diharapkan bisa menjadi pendorong bagi pertumbuhan investasi. Namun, faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik dan dinamika pasar global tetap menjadi perhatian.
BI harus terus berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk menjaga agar inflasi tetap terkendali. Ini bisa dilakukan melalui pengawasan terhadap sektor-sektor strategis yang berpotensi mempengaruhi harga barang dan jasa di masyarakat, seperti pangan dan energi.
Pentingnya Koordinasi antara BI dan Pemerintah
Koordinasi yang erat antara Bank Indonesia dan pemerintah merupakan kunci untuk mencapai tujuan ekonomi jangka panjang. Dalam situasi pasar yang dinamis, keputusan yang diambil harus mempertimbangkan dampak terhadap seluruh sektor perekonomian. Dengan demikian, setiap kebijakan dapat lebih efektif dan mengurangi risiko terjadinya ketidakpastian.
Perry Warjiyo menyatakan bahwa BI berkomitmen untuk terus berkolaborasi dengan pemerintah dalam merumuskan kebijakan keuangan yang inklusif. Sinergi yang baik antara kedua institusi ini diharapkan dapat menghadirkan kebijakan yang tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga menjaga stabilitas perekonomian secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, keputusan untuk menurunkan BI-Rate adalah langkah strategis yang perlu diambil dengan hati-hati. BI harus memastikan bahwa penurunan ini tidak mengganggu stabilitas makroekonomi dan inflasi tetap terjaga dalam kisaran yang ditetapkan. Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi dalam menghadapi ketidakpastian global yang terus berubah.