www.rincilokal.id – Siapa yang tidak terpesona oleh pria berkarisma, yang mengklaim berasal dari keluarga kaya dan dapat berbicara lancar tentang berbagai hal, termasuk agama? Kisah Sabidin, yang berasal dari Yogyakarta, adalah contoh yang menunjukkan betapa mudahnya seseorang bisa menarik perhatian banyak orang dengan pesona dan kebohongan yang menarik.
Beralih dari satu kota ke kota lain, Sabidin berhasil menikahi beberapa perempuan dari keluarga terhormat di Jawa, berkat kepiawaiannya dalam berpura-pura. Namun, di balik segala pesona itu, ia hanyalah seorang pengangguran dengan kisah hidup yang sebenarnya jauh dari ideal.
Perjalanan hidupnya berujung pada penangkapan oleh pihak berwajib, yang mencerminkan betapa kuatnya daya tarik seorang penipu. Meskipun kejadian ini terjadi 139 tahun yang lalu, strategi yang digunakan oleh Sabidin tetap relevan hingga saat ini.
Kisah Penipuan yang Menarik Perhatian Publik
Antara tahun 1884 dan 1886, nama Sabidin menghebohkan seantero masyarakat. Menurut laporan salah satu koran salah satu surat kabar terkenal, Sabidin awalnya merupakan seorang pelaut yang pernah berlayar hingga Jepang dan Paris, mengumpulkan berbagai kisah yang tampaknya mengesankan.
Setelah menyelesaikan kontraknya sebagai pelaut, ia kembali ke daratan dan menetap di Kramat, Batavia. Di sinilah, ia berkenalan dengan seorang pensiunan pejabat, Djajakoesoemah, yang menjadi pintu gerbang menuju kehidupan barunya yang penuh kebohongan.
Sabidin mengklaim berasal dari Anyer, dan berperilaku dengan cara yang menunjukkan sifat bangsawan. Cara bicaranya yang sopan, serta kemampuannya membaca ayat-ayat Al-Quran menambah kesan karismatik yang dimilikinya. Hal ini membuat Djajakoesoemah memberinya julukan “Pangeran Timur”, sebutan untuk seorang anak Sultan yang diasingkan.
Dengan julukan tersebut, Sabidin mulai membangun identitas palsunya. Ketika diperkenalkan ke Bupati Serang, ia bersikap seperti bangsawan dan hasilnya luar biasa. Masyarakat memperlakukannya dengan hormat, memberinya fasilitas yang layak, bahkan mengizinkannya tinggal di rumah para tokoh tanpa biaya.
“Ia menjalani kehidupan mewah dan nyaman secara gratis,” tulis salah satu media pada saat itu.
Menyebar Kebohongan ke Berbagai Wilayah
Kecerdikan Sabidin tidak berhenti di situ. Ia bahkan meminta surat identitas baru yang mencatoomkan namanya sebagai “Haji Maulana Timur”. Dengan surat tersebut, ia mulai melakukan perjalanan ke berbagai kota di Jawa, menjadikan setiap kunjungan sebagai kesempatan untuk berpura-pura menjadi bangsawan.
Tiada kota yang tidak menyambutnya dengan baik, mulai dari Bogor hingga Cianjur. Setiap kali ia datang, sambutan hangat selalu menanti, dan fasilitas yang diberikan sangat mengesankan.
Sabidin memanfaatkan situasi ini untuk menikahi perempuan di setiap kota yang dikunjunginya. Di hadapan keluarga dari para wanita tersebut, dia mengklaim sebagai seorang bangsawan kaya dengan kekayaan besar yang tersimpan di bank.
“Ia bahkan mengaku memiliki 12 ribu gulden di bank,” ungkap salah satu laporan media. Sudah pasti, pernyataan ini membuat banyak wanita terpesona dan berakhir dengan pernikahan.
Di Serang, dia menikahi Sapirah yang merupakan putri dari Djajakoesoemah. Di Priangan, dia menikahi anak seorang pejabat, dan di Cirebon, ia menikahi putri dari seorang ulama terkemuka.
Akhir dari Kebohongan dan Penjebakan
Namun, semua kebohongan ini tidak berlangsung lama. Kecurigaan mulai muncul ketika Residen Bandung, Van Vleuten, melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang dimiliki Sabidin. Proses penyelidikan menyeluruh pun dilakukan dan terungkap bahwa Sabidin hanyalah seorang penipu dengan gelar palsu.
Penyelidikan lebih lanjut dilakukan dan membawa Sabidin di hadapan para bangsawan Banten. Faktanya, tidak ada satu pun yang mengenalnya, menjadikan seluruh publik terkejut.
Pada 29 April 1884, Sabidin akhirnya ditangkap dan dibawa ke pengadilan di Surabaya. Hakim menjatuhi hukuman kerja paksa selama empat tahun atas tindakan penipuan yang dilakukannya dengan berpura-pura menjadi seorang bangsawan.
Kasus Sabidin ini menggambarkan bagaimana daya tarik kebohongan dapat membuat seseorang mendapatkan apa yang mereka inginkan untuk sementara waktu. Namun, semua itu memiliki konsekuensi yang harus ditanggung, dan kebenaran akhirnya terungkap.
Dengan kisah ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa kejujuran merupakan suatu nilai yang harus selalu dijunjung tinggi, dan bahwa penilaian berdasarkan penampilan seringkali bisa menjerumuskan kita ke dalam kesalahan yang berbahaya.
Sejarah Sabidin menyoroti pentingnya integritas dan kejujuran dalam membangun hubungan, baik personal maupun profesional. Dari kebohongan yang diciptakan Sabidin, kita belajar bahwa kebenaran selalu akan terungkap, dan segala sesuatu yang dibangun di atas kebohongan akan runtuh pada akhirnya.