www.rincilokal.id – PBB baru-baru ini memberikan peringatan serius kepada dua kekuatan besar dunia, yaitu Amerika Serikat dan China. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menggarisbawahi bahwa persaingan dalam bidang teknologi jangan sampai merugikan masa depan planet ini.
Guterres menekankan bahwa jika ketergantungan pada bahan bakar fosil terus berlanjut, malapetaka akan semakin dekat. Ia menyerukan perlunya dialokasikannya sumber daya untuk perkembangan teknologi yang ramah lingkungan.
Dalam pidatonya yang penuh makna di markas besar PBB, Guterres menyoroti maraknya pembangunan pusat data berbasis gas dan batu bara, terutama di saat kebutuhan listrik meningkat karena kemajuan kecerdasan buatan (AI). Hal ini mengangkat pertanyaan besar tentang bagaimana keberlanjutan energi di masa depan.
Pentingnya Energi Bersih dalam Perkembangan Teknologi Modern
Guterres menegaskan bahwa untuk mencapai masa depan yang lebih baik, teknologi harus didorong oleh energi bersih. Ada kebutuhan mendesak bagi pemerintah di seluruh dunia untuk mempersiapkan rencana iklim yang lebih baik demi menghormati Perjanjian Paris sebelum batas waktu yang ditentukan.
Momen ini, menurutnya, adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan bagi pemerintah untuk memenuhi permintaan listrik baru dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan. Selain itu, penggunaan air secara berkelanjutan dalam sistem pendinginan pusat data juga menjadi isu yang krusial.
AS dan China, yang kini menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi AI, berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan data center. Keduanya terjebak dalam persaingan yang ketat untuk merebut dominasi dunia dalam bidang AI.
Aksi Tindakan Energi dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Peringatan ini disampaikan sebelum pengumuman Rencana Aksi AI dari pemerintah AS yang dipimpin oleh Donald Trump. Rencana tersebut diharapkan akan mencakup kebijakan yang lebih longgar terkait penggunaan lahan dan produksi energi, demi mempercepat pengembangan kecerdasan buatan.
Keputusan Trump yang menetapkan status darurat energi nasional bertujuan untuk menangani kebutuhan listrik pusat data yang terus meningkat saat menjalankan AI. Pada saat yang sama, ia berupaya mempermudah pembangunan pembangkit listrik berbahan gas, batu bara, dan nuklir untuk mengimbangi perkembangan di China.
Pertarungan antara kedua negara ini menjadi lebih kompleks dengan peluncuran program-program baru yang diharapkan dapat memicu inovasi. Namun, langkah-langkah ini juga membawa risiko lebih lanjut terhadap kelestarian lingkungan.
Peraturan Energi dan Potensi Krisis Lingkungan
Di tengah upaya untuk mendorong perkembangan AI, Trump juga menerbitkan perintah eksekutif yang berdampak pada insentif untuk energi angin dan surya. Kedua energi terbarukan ini sebelumnya menjadi andalan dalam daftar antrean pembangkit listrik baru yang akan terhubung ke jaringan listrik nasional.
Pembatasan tersebut menunjukkan dilema yang dihadapi negara dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi sambil mengatasi tantangan perubahan iklim. Situasi ini mengundang kritik dari berbagai pihak yang khawatir akan masa depan lingkungan.
Dengan ketegangan yang meningkat antara AS dan China, dunia berada pada titik kritis yang mengharuskan pemimpin global bekerja sama. Peningkatan investasi dalam teknologi hijau perlu dilakukan guna mencegah dampak buruk bagi bumi yang kita huni.