www.rincilokal.id – Sebuah peristiwa yang melibatkan hubungan internasional menjadi sorotan ketika seorang Presiden Indonesia merasakan kekecewaan mendalam terhadap Presiden Amerika Serikat. Hal ini terjadi saat Presiden Soekarno berkunjung ke AS, yang seharusnya menjadi momen bersejarah, tetapi berakhir dengan suasana tidak menyenangkan. Kejadian ini menggambarkan dinamika politik yang kompleks pada masa itu.
Pada tahun 1960, Soekarno menerima undangan resmi dari Dwight D. Eisenhower untuk mengunjungi Gedung Putih. Ia menyadari pentingnya menjalin hubungan dengan AS, yang telah memberikan banyak bantuan kepada Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Keputusan untuk menerima undangan ini diambil dengan harapan menjaga kerjasama kedua negara.
Setelah persiapan matang, pada bulan Juni 1960, Soekarno bersama rombongannya berangkat menuju AS. Namun, di luar perkiraan, setibanya di bandara, tidak ada sambutan dari Eisenhower, yang merupakan tindakan tidak lazim untuk seorang kepala negara. Ketidaknyamanan ini mulai terlihat sejak awal kedatangan.
Pertemuan Yang Tidak Sesuai Harapan dan Kekecewaan Soekarno
Soekarno tetap berusaha berpikir positif, mengharapkan sambutan resmi yang sesuai di Gedung Putih. Akan tetapi, harapannya pupus ketika Eisenhower tidak terlihat di sana. Hanya staf protokoler yang menyambutnya, dan ia segera diarahkan ke ruang tunggu tanpa kejelasan mengenai waktu pertemuan.
Setelah berjam-jam menunggu, kesabaran Soekarno pun mulai menipis. Ia memanggil kepala protokoler dan menyampaikan ultimatum untuk segera meninggalkan Gedung Putih jika Eisenhower tidak segera datang. Kepala protokoler yang panik langsung melapor, dan dalam waktu singkat, Eisenhower akhirnya muncul.
Keterlambatan yang dialami Soekarno ternyata disengaja. Pertemuan yang terjadi selanjutnya terasa canggung dan tidak hangat, di mana Eisenhower hanya menyalami Soekarno tanpa memberikan penjelasan atau permohonan maaf. Hal ini jelas menambah ketegangan di antara keduanya.
Penyebab di Balik Perlakuan Dingin Presiden AS
Beberapa waktu setelah kunjungan tersebut, terungkap alasan di balik perlakuan dingin Eisenhower terhadap Soekarno. Kehadiran Dipa Nusantara Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia, dalam rombongan Soekarno ternyata menjadi masalah besar bagi Eisenhower. Dalam memoarnya, seorang diplomat AS menyebutkan bahwa Eisenhower sangat tidak menyukai keberadaan Aidit di Gedung Putih.
Bagi Eisenhower, kehadiran seorang pemimpin komunis di Gedung Putih merupakan sebuah penghinaan. Ini adalah kali pertama seorang pemimpin komunis resmi menginjakkan kaki di tempat tersebut, dan menjadi alasan mengapa Soekarno diperlakukan demikian. Ketegangan politik internasional membuat momen ini semakin rumit.
Setelah momen tidak menyenangkan ini, Eisenhower mengakhiri masa kepresidenannya dan digantikan oleh John F. Kennedy. Situasi ini membawa angin segar dalam hubungan antara AS dan Indonesia. Kennedy, dengan pandangan yang lebih inklusif, tidak menganggap Soekarno sebagai musuh, tetapi justru melihatnya sebagai pemimpin berpengaruh yang perlu dirangkul.
Perubahan Hubungan Bilateral di Era John F. Kennedy
Di bawah kepemimpinan Kennedy, hubungan antara AS dan Indonesia berangsur membaik. Soekarno menyambut baik perubahan tersebut dan hubungan pribadi antara kedua pemimpin juga terjalin dengan baik. Dengan pendekatan yang lebih positif, komunikasi antara kedua negara menjadi lebih terbuka.
Salah satu langkah penting dari Soekarno adalah membangun Wisma Indonesia di Istana Negara pada tahun 1963. Wisma ini dipersiapkan khusus untuk menyambut kedatangan Kennedy saat berkunjung ke Indonesia pada tahun 1964, sebagai bentuk penghormatan kepada presiden baru yang dianggapnya lebih bersahabat.
Sayangnya, apa yang direncanakan tidak terwujud. Pada 22 November 1963, Kennedy tragisnya tewas dalam sebuah insiden penembakan di Dallas, Texas. Soekarno pun mengungkapkan perasaan sedihnya atas kehilangan seorang sahabat politik yang memiliki pandangan positif terhadap Indonesia.
Penting untuk memahami bahwa di balik setiap pertemuan, terdapat dinamika politik yang mempengaruhi hubungan antarnegara. Kunjungan Soekarno ke AS menjadi pengingat penting akan bagaimana politik dapat memengaruhi diplomasi dan interaksi antar pemimpin dunia. Sejarah mencatat bahwa setiap hubungan antarnegara tidak hanya dibangun di atas niat baik, tetapi juga sejarah dan konteks yang lebih dalam.