www.rincilokal.id – Indonesia baru saja resmi bergabung dalam BRICS, sebuah aliansi yang mencakup negara-negara seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Bergabungnya Indonesia menandai pergeseran penting dalam dinamika kekuatan global, di mana negara-negara Selatan mulai memainkan peran yang lebih signifikan dalam panggung internasional.
Partisipasi Indonesia di KTT BRICS yang berlangsung di Brasil pada 6-7 Juli 2025 bukan sekadar simbolik, tetapi juga sebagai pernyataan bahwa visi geopolitik Indonesia sedang dibentuk ulang. Pertanyaannya kini adalah, apa makna dan tujuan nyata dari keanggotaan ini bagi kita sebagai bangsa?
BRICS bukanlah forum yang baru berdiri; ia sudah ada sejak lama. Namun, relevansinya kian meningkat seiring dengan stagnasi dalam reformasi lembaga-lembaga keuangan global yang didominasi oleh negara-negara Barat. Ini membuat BRICS semakin dilihat sebagai alternatif yang mampu menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara berkembang yang merasa frustrasi terhadap ketidakadilan struktural dalam sistem keuangan global. Seakan menyadari hal ini, BRICS tumbuh subur, menawarkan harapan baru bagi lebih dari 45% populasi dunia yang saat ini tinggal dalam anggotanya. Gabungan produk domestik bruto (PDB) negara-negara ini telah mengalahkan G7, menunjukkan potensi ekonomi yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Menggali Peluang Melalui BRICS dan PDB Global
Salah satu peluang strategis yang bisa dimanfaatkan Indonesia di dalam BRICS adalah New Development Bank (NDB). Bank ini telah berkomitmen untuk mendanai berbagai proyek infrastruktur dan energi, yang sangat relevan bagi kebutuhan pembangunan Indonesia. Dengan potensi penggalangan dana yang bisa mencapai lebih dari USD 32 miliar, NDB menawarkan sarana yang menarik bagi pembangunan berkelanjutan.
Uniknya, NDB mendorong penggunaan mata uang lokal dalam setiap transaksi kelembagaan. Langkah ini bisa jadi sangat bermanfaat bagi Indonesia yang saat ini juga menjalankan skema Local Currency Settlement (LCS). Melalui LCS, transaksi perdagangan dengan negara-negara mitra seperti Cina dan Jepang sudah mencapai Rp100 triliun.
Ini berarti bahwa jika Indonesia memperluas LCS ke negara-negara BRICS lainnya, maka akan lebih mudah menjalin kerjasama perdagangan dan juga menghadapi gejolak nilai tukar. Dengan dunia yang semakin terhubung, fleksibilitas dalam mata uang sangat penting untuk meningkatkan daya saing kita.
Lebih jauh lagi, potensi investasi asing langsung dari negara-negara BRICS juga harus menjadi perhatian. Misalnya, China telah berkomitmen untuk menginvestasikan USD 10 miliar untuk pengembangan industri hijau di Indonesia, sedangkan UEA dan India menunjukkan minat yang tinggi pada sektor energi terbarukan dan infrastruktur digital.
Menimbang Risiko dalam Bergabung dengan BRICS
Namun, setiap peluang pasti membawa risiko yang harus diwaspadai. Struktur internal BRICS masih memiliki kelemahan; kekuasaan ekonomi dominan yang ada pada China dan ketergantungan Indonesia terhadap kekuatan besar lain dapat mengarah pada ketidakseimbangan. Sementara itu, Rusia sedang berjuang menghadapi sanksi internasional, hal ini dapat memengaruhi stabilitas aliansi.
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk menjaga kemandirian dalam menjaga kebijakan luar negeri. Meski demikian, ini bukan berarti Indonesia bersikap netral. Padahal, di tengah polarisasi dunia, Indonesia dapat mengambil peran yang lebih proaktif sebagai jembatan antara berbagai kepentingan.
Di dalam negeri, kendala seperti rendahnya pemahaman publik dan lemahnya koordinasi antar lembaga juga menjadi tantangan. Tanpa pendekatan yang terstruktur dan agenda kebijakan yang jelas, BRICS hanya akan menjadi lapangan elit yang tidak berdampak bagi masyarakat luas.
Dengan demikian, Indonesia harus melihat kontribusi apa yang bisa ditawarkan kepada BRICS, lebih dari sekadar sumber daya alam. Misalnya, sebagai negara dengan ekosistem keuangan syariah yang signifikan, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam keuangan etis dan berkelanjutan.
Kontribusi Keuangan yang Berbasis Nilai dan Etika
Indonesia dapat mendorong pembentukan BRICS Ethical Finance Taskforce. Tugas ini bertujuan untuk merancang instrumen pembiayaan yang berpegang pada prinsip keadilan, keberlanjutan, serta inklusivitas bagi sektor UMKM. Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada BRICS, tetapi juga menjawab kebutuhan global akan sistem yang lebih etis.
Inovasi dalam keuangan syariah, seperti penerbitan Green Sukuk, dapat menjadi model praktis bagi negara-negara lain dalam BRICS untuk menciptakan sistem keuangan yang tidak hanya efisien tetapi juga penuh integritas. Hal ini bisa menjadi tambahan nilai bagi arsitektur keuangan BRICS dalam menghadapi tantangan global.
Dengan pemikiran dan langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia bisa mengubah posisi pasif menjadi aktif dalam mempengaruhi arah BRICS ke depan. Ini bukanlah sekadar langkah politik, melainkan bisa menjadi jalan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Keanggotaan dalam BRICS harus diterjemahkan menjadi sebuah peta jalan yang jelas dan terukur. Pertama, Indonesia perlu menyusun Strategi Nasional yang sesuai dengan rencana jangka panjang pembangunan nasional. Kedua, penciptaan Tim Koordinasi antar Kementerian dan sektor yang relevan sangat penting untuk memastikan sinergi dalam implementasi.
Membentuk Tanggung Jawab Global serta Visi Bersama
Keputusan untuk bergabung dengan BRICS adalah langkah penting yang harus dimanfaatkan dengan bijak. Namun, makna dari keanggotaan ini tidak akan terlihat tanpa adanya visi dan kontribusi yang konkret dari Indonesia. Saat dunia menuju tatanan multipolar, Indonesia memiliki kesempatan untuk tidak hanya mengikuti arus, tetapi juga memimpin gelombang perubahan.
Saatnya bagi Indonesia untuk keluar dari posisi penonton dan berani terlibat lebih dalam dalam peta kekuasaan global. Sangat penting untuk memanfaatkan momentum ini agar keterlibatan Indonesia dalam BRICS dapat menjadi langkah awal menuju perubahan yang lebih besar. Kita wajib hadir dengan gagasan-gagasan yang inovatif demi mengukir nama Indonesia dalam arena internasional.
Dodpein pelerin, Indonesia kini dihadapkan pada tantangan untuk menjadi bangsa yang peka dan adaptif terhadap perubahan besar di dunia. Dengan semangat yang kuat, kemauan yang jelas, dan kapasitas yang layak, Indonesia dapat menjadi agen perubahan yang diakui di kancah internasional. Ini adalah kesempatan untuk menulis cerita baru dalam hubungan internasional yang saling menguntungkan.
(miq/miq)