www.rincilokal.id – Film animasi “Merah Putih One for All” baru saja dirilis dan segera menarik perhatian banyak penggemar. Namun, respon yang diterima dari penonton sangat mengecewakan, terutama terkait kualitas animasi dan cerita yang ditawarkan.
Di situs ulasan film, film ini mencatat rating terendah dengan angka 1,0, yang menandakan bahwa banyak penonton merasa tidak puas. Ulasan yang diberikan juga menunjukkan kekecewaan yang mendalam dari para penonton yang merasa kualitas film ini jauh dari harapan.
Banyak komentar yang mengkritik jika film ini menjadi salah satu representasi buruk dari industri animasi Indonesia. Ada dugaan bahwa beberapa elemen dalam film tersebut kurang orisinal dan terkesan diproduksi sembarangan.
Pandangan Penonton Terhadap Kualitas Animasi Film
Banyak netizen yang berpendapat bahwa animasi dalam film ini sangat buruk dan tidak layak ditonton. Seorang pengguna mengekspresikan frustrasinya, mengatakan bahwa ia lebih memilih memberi nilai minus jika boleh.
Dari beberapa komentar yang muncul, terlihat bahwa penonton merasa ada pengambilan karakter dari karya lain tanpa izin. Hal ini menambah sore ke dalam kualitas film yang seharusnya menjadi kebanggaan nasional.
Di sisi lain, sejumlah penonton merasa alur cerita film ini semakin tidak masuk akal dan tidak mampu mengaitkan emosi mereka. Bahkan, para pengisi suara juga dianggap tidak memberikan performa yang memadai.
Masalah yang Muncul dari Penggunaan Teknologi AI
Sebagian besar penonton mengeluhkan bahwa film ini nampaknya banyak mengandalkan teknologi AI dalam pembuatannya. Mereka khawatir bahwa penggunaan teknologi semacam ini dapat mengancam pekerjaan para animator dan kreator lokal.
Salah satu penonton mengekspresikan kekhawatirannya bahwa masa depan industri animasi di Indonesia bisa suram jika semakin banyak produk yang dibuat dengan teknologi semacam itu. Mereka menganggap bahwa kreativitas manusia harus tetap diutamakan.
Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa generasi muda yang mempelajari seni animasi merasa terpinggirkan oleh penggunaan teknologi ini. Mereka berjuang keras untuk menghidupkan imajinasi dan keterampilan mereka, hanya untuk melihat hasilnya tergantikan oleh program komputer.
Pandangan Kritikus Mengenai Produksi dan Biaya Film
Film “Merah Putih One for All” dilaporkan menghabiskan dana produksi sekitar Rp 6,7 miliar. Namun, hasil yang didapatkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, menurut banyak kritikus.
Pemimpin produksi dan sutradara film ini, Endiarto dan Bintang Takari, juga mendapat kritik tajam. Mereka dianggap kurang mampu mengeksplorasi potensi yang ada dan menyajikan cerita yang lebih menarik.
Dalam konteks industri film tanah air, kualitas film ini menjadi sorotan, terutama dengan harapan yang tinggi untuk mengembangkan industri animasi lokal. Banyak yang berharap ke depan akan ada perbaikan dan inovasi yang lebih baik.