www.rincilokal.id – Sejarah politik Iran tidak dapat dipisahkan dari sosok Mohammad Mossadegh, Perdana Menteri yang terkenal dengan kebijakan nasionalisasinya terhadap industri minyak. Tindakan ini memicu reaksi kuat dari Inggris dan Amerika Serikat, yang berupaya menggulingkan pemerintahannya melalui skenario kerusuhan. Hal ini menjadikan Mossadegh sebagai salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah Iran.
Keputusannya untuk mengambil alih aset minyak Inggris berakar dari keinginan untuk memulihkan kedaulatan ekonomi bagi bangsa Iran. Masyarakat Iran pun menganggap Mossadegh sebagai pahlawan yang memperjuangkan hak negara atas sumber daya alamnya.
Akan tetapi, di kalangan negara-negara Barat, dia justru dicap sebagai musuh yang meresahkan. Kebijakan ambisius ini membawanya kepada konflik yang berkepanjangan dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Pentingnya Kebijakan Nasionalisasi Minyak dalam Sejarah Iran
Mossadegh menjadi Perdana Menteri Iran pada tahun 1951 dengan janji untuk melakukan reformasi mendasar di sektor minyak. Sebelumnya, industri minyak Iran berada di bawah kontrol Inggris selama lebih dari satu abad.
Melalui perusahaan The Anglo-Persian Oil Company, keuntungan besar dari minyak Iran tidak mengalir kembali ke masyarakat lokal. Mossadegh melihat ketidakadilan ini dan bertekad untuk mengubahnya.
Dia meyakini bahwa nasionalisasi bukan hanya tindakan ekonomi, tetapi juga simbol dari kemerdekaan bangsa. Pada 20 Maret 1951, kebijakan ini resmi menjadi hukum dan membawa harapan baru bagi rakyat Iran.
Mossadegh meyakinkan rakyatnya bahwa sumber daya alam harus dikelola untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan asing. Dengan dukungan masyarakat, dia berhasil mengesahkan undang-undang yang memberikan kontrol penuh kepada negara atas industri minyak.
Akan tetapi, tidak semua pihak setuju dengan kebijakan ini. Inggris dan sekutunya jelas merasa terancam dan mulai merencanakan langkah-langkah untuk menggulingkan pemerintahan yang baru ini.
Krisis dan Kudeta yang Memuncak pada 1953
Respons terhadap kebijakan nasionalisasi terlihat jelas ketika pemerintah Inggris langsung memberlakukan sanksi ekonomi. Sanksi ini menyebabkan ketegangan politik yang semakin meningkat di Iran.
Mohammad Reza Pahlavi, Shah Iran, yang sebelumnya mendukung Mossadegh, mulai menjauh dan mencari dukungan dari pihak-pihak asing. Di tengah ketidakpastian ini, Mossadegh berjuang untuk mempertahankan kebijakan yang percaya dapat memberikan keuntungan bagi rakyatnya.
Di bawah tekanan internasional dan ancaman dari dalam negeri, situasi semakin memburuk. Akibatnya, Amerika Serikat yang berkepentingan untuk menjaga stabilitas di kawasan tersebut mulai terlibat dalam konflik ini.
Dalam skenario yang disusun oleh CIA, metode manipulasi rakyat menjadi pilihan untuk menggulingkan Mossadegh. Dengan menyebarkan propaganda, mereka berusaha menumbuhkan keraguan di kalangan rakyat terhadap pemerintahannya.
Dengan dukungan finansial yang besar, pergerakan ini mulai berbuah hasil. Kerusuhan yang direncanakan pun terjadi di Teheran, membawa kekacauan bagi pemerintahan yang dipimpin Mossadegh.
Akibat Terhadap Masyarakat Iran setelah Kudeta
Pada bulan Agustus 1953, kerusuhan meledak di Teheran dengan intensitas yang meningkat. Mossadegh pun tidak memiliki pilihan lain selain menyerahkan kekuasaan dan menerima penahanan yang menyedihkan.
Pascakudeta, rezim baru yang mendukung kepentingan Barat, mengizinkan Inggris kembali menambang minyak di Iran. Kebijakan nasionalisasi yang diperjuangkan Mossadegh mengalami kegagalan total, dan masyarakat kembali terpuruk dalam kesengsaraan ekonomis.
Identitas nasional yang dibangun oleh Mossadegh hancur seketika, dan Iran beralih kembali menjadi negara yang eksploitasi sumber daya alamnya berada di tangan asing. Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan rakyat yang menaruh harapan pada perubahan.
Mossadegh sendiri menghabiskan sisa hidupnya dalam tahanan rumah hingga wafat pada tahun 1967. Sosoknya yang sempat dicemooh sebagai pengkhianat kembali dikenang sebagai pahlawan setelah pergolakan ideologis mengguncang Iran pada tahun 1979.
Perubahan tersebut memberikan pengakuan terhadap upayanya dalam memperjuangkan hak masyarakat atas sumber daya alam. Masyarakat pun menjalani perjalanan panjang untuk merebut kembali kedaulatan yang pernah hilang akibat campur tangan asing.