www.rincilokal.id – Indonesia menempati posisi kelima dalam daftar negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia, dengan sekitar 19,5 juta orang dewasa yang terkena penyakit ini. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat tren kasus diabetes terus meningkat, yang menunjukkan adanya masalah besar dalam pola hidup dan konsumsi masyarakat.
Data dari International Diabetes Federation (IDF) mencatat bahwa secara global, diperkirakan terdapat 589 juta orang yang hidup dengan diabetes pada tahun 2024, dan angka ini dapat melonjak menjadi 853 juta pada tahun 2050. Secara mengejutkan, lebih dari 40% dari jumlah penderita diabetes tersebut tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini.
Riset menunjukkan bahwa dampak dari diabetes tidak hanya dalam aspek kesehatan, tetapi juga mengganggu aspek finansial, dengan pengeluaran global terkait diabetes diharapkan mencapai satu triliun dolar AS pada tahun 2024. Ini mencerminkan pertumbuhan yang signifikan dalam 17 tahun terakhir, meningkat sekitar 338%.
Fakta dan Data Lima Negara dengan Kasus Diabetes Tertinggi
Selain Indonesia, beberapa negara lain juga memiliki angka penderita diabetes yang tinggi. China menjadi negara dengan jumlah penderita terbanyak, mencapai 140,9 juta orang, diikuti oleh India dengan 74,2 juta orang. Pakistan dan Amerika Serikat juga tidak kalah signifikan, masing-masing dengan 33 juta dan 32,2 juta orang yang menderita diabetes.
Angka-angka ini menunjukkan betapa seriusnya dampak diabetes sebagai salah satu penyakit tidak menular yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa bukan hanya Indonesia, tetapi banyak negara di dunia harus memperhatikan kesehatan masyarakat terkait diabetes.
Menurut data dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), angka-angka penderita diabetes ini berkaitan erat dengan pola makan masyarakat yang tinggi konsumsi gula, garam, dan lemak. Pola makan yang tidak sehat ini tidak hanya berkontribusi terhadap diabetes, tetapi juga berpotensi menyebabkan obesitas yang meningkat tajam di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Peningkatan Kasus Obesitas dan Konsumsi Gula di Indonesia
Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi obesitas di Indonesia meningkat signifikan dari 10,5% pada tahun 2007 menjadi 23,4% pada tahun 2023. Kenaikan ini menunjukkan bahwa masyarakat perlu lebih memperhatikan pola makan serta kesehatan secara keseluruhan.
Salah satu penyebab utama meningkatnya konsumsi gula adalah meningkatnya penjualan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 mencatat bahwa dua dari tiga orang Indonesia mengkonsumsi setidaknya satu MBDK setiap harinya, yang merupakan kebiasaan berisiko tinggi.
Khususnya, konsumsi rutin MBDK dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2 sebesar 27%. Selain itu, juga meningkatkan risiko obesitas serta penyakit jantung dan kematian dini secara signifikan.
Beban Pembiayaan dan Kebijakan yang Diperlukan
Peningkatan kasus diabetes dan obesitas juga berdampak pada biaya kesehatan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Dalam lima tahun terakhir, biaya untuk menangani penyakit katastropik yang berkaitan dengan obesitas dan diabetes meningkat lebih dari 43%, dari Rp19 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp32 triliun pada tahun 2023.
Oleh karena itu, CISDI menyarankan agar pemerintah segera menerapkan kebijakan pelabelan gizi di bagian depan kemasan. Kebijakan ini dinilai penting untuk mengontrol konsumsi gula, garam, dan lemak serta menurunkan risiko penyakit tidak menular.
Tanpa langkah-langkah intervensi yang tegas, angka diabetes berpotensi terus meningkat, terutama dengan kemudahan akses terhadap pangan tidak sehat. Upaya ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk mengurangi laju peningkatan obesitas dan penyakit kronis lainnya.