www.rincilokal.id – Generasi Z kini menjadi sorotan utama dalam dunia kerja, terutama terkait dengan kecenderungan mereka yang mengandalkan teknologi untuk menentukan langkah karier. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih terbuka dalam memanfaatkan kecerdasan buatan, seperti ChatGPT, untuk memberi arahan dalam perjalanan profesional mereka.
Menurut studi dari Southeastern Oklahoma State University, 57% anggota Gen Z terbuka untuk perubahan karier, lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Hasil penelitian tersebut mencerminkan bahwa mereka menyadari pentingnya beradaptasi dengan dinamika pasar kerja yang terus berubah.
Penting untuk dicatat bahwa sekitar 42% dari generasi muda ini menggunakan AI untuk mendapatkan panduan karier. Penggunaan teknologi ini tidak hanya menjangkau pilihan pekerjaan, tetapi juga mendukung mereka dalam proses pencarian kerja yang lebih luas.
Apa yang Membuat Generasi Z Beralih ke AI dalam Pemilihan Karier?
Banyak profesional muda percaya bahwa AI dapat memberikan insights yang lebih baik dalam keputusan karier mereka. Hal ini terlihat dari fakta bahwa lebih dari sepertiga penduduk Amerika telah mengandalkan AI untuk berbagai keputusan karier penting, termasuk mempersiapkan wawancara dan menentukan langkah pindah kerja.
Lebih jauh lagi, 43% responden menandakan penggunaan AI dalam penulisan resume dan surat lamaran. Ini menunjukkan bahwa generasi saat ini mencari cara yang lebih efisien dalam mempresentasikan diri mereka kepada calon pemberi kerja.
Selain itu, 28% dari mereka menjadikan teknologi ini panduan untuk mengeksplorasi pekerjaan baru. Hal ini membuka peluang yang lebih besar untuk menemukan karier yang sesuai dengan minat dan bakat individu.
Dampak Penurunan Kesempatan Kerja di Kalangan Fresh Graduate
Namun, tantangan nyata muncul di tengah meningkatnya ketergantungan pada teknologi. Laporan menunjukkan bahwa banyak perusahaan melakukan pengurangan karyawan, terutama dalam sektor teknologi. Angka rekrutmen untuk fresh graduates di perusahaan-perusahaan besar telah turun lebih dari 50% sejak 2019.
Perubahan kondisi pasar ini terjadi di tengah kebutuhan yang terus berkembang akan karyawan berpengalaman, yang membuat fresh graduates merasa terpinggirkan. Sebelum pandemi, fresh graduate menyumbang 15% dari total rekrutmen Big Tech, namun kini angkanya menyusut menjadi hanya 7%.
Hal ini membuat pencari kerja semakin mencari dukungan. Lebih dari 77% dari mereka meminta bantuan orang tua dalam menjelang wawancara dan bernegosiasi mengenai gaji, mencerminkan betapa besarnya tekanan yang mereka rasakan. Ini menunjukkan bahwa, meskipun mereka terdidik dan bahkan tech-savvy, mereka masih merasakan ketidakpastian dalam menghadapi dunia kerja.
Adaptasi dan Strategi yang Diperlukan untuk Menghadapi Tantangan
Menghadapi situasi ini, generasi Z perlu mengembangkan strategi adaptatif yang lebih baik. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi bukan hanya untuk mencari informasi, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan permintaan pasar saat ini.
Kolaborasi dengan mentor atau praktisi di industri juga sangat diperlukan agar mereka bisa mendapatkan arahan yang lebih jelas. Dengan cara ini, mereka bisa mengidentifikasi dengan lebih tepat karier yang sesuai dengan tujuan hidup mereka.
Selain itu, mengembangkan soft skills seperti kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi juga sangat vital. Skill ini tidak hanya akan membuat mereka lebih menarik di mata pemberi kerja, tetapi juga memberi mereka kepercayaan diri saat memasuki pasar kerja yang kompetitif.