www.rincilokal.id – Setelah berlangsungnya sepuluh bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, karakter alokasi belanja pertahanan Indonesia mulai terlihat lebih jelas. Hal ini terjadi berkat sejumlah kebijakan yang diambil, baik yang sudah diterapkan maupun yang masih dalam proses, yang semuanya berkaitan langsung atau tidak langsung dengan sektor pertahanan.
Penerbitan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah untuk periode 2025-2029, pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025, serta pengajuan RAPBN Tahun Anggaran 2026 merupakan beberapa langkah yang menunjukkan arah serta karakter belanja pertahanan di Indonesia. Kementerian Pertahanan memiliki tanggung jawab utama dalam pelaksanaan kebijakan tersebut hingga tahun 2029.
Pembangunan kekuatan pertahanan merupakan salah satu dari delapan strategi jangka menengah yang dicanangkan oleh pemerintahan saat ini untuk mencapai Indonesia yang mandiri dan sejahtera. Seiring dengan itu, kebijakan belanja pertahanan tidak dapat terlepas dari kapasitas fiskal yang ada, sehingga alokasi anggaran untuk sektor prioritas akan sangat diperhatikan.
Analisis Terhadap Kebijakan Belanja Pertahanan Indonesia
Ruang fiskal pemerintah yang semakin terbatas akan membuat persaingan antar sektor untuk mendapatkan anggaran semakin ketat. Di sisi lain, alokasi anggaran juga harus mencakup pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang yang telah ditetapkan dalam RAPBN 2026, yaitu Rp 105,3 triliun untuk cicilan pokok dan Rp 60,739 triliun untuk bunga utang.
Melihat Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, pemerintah berencana mengalokasikan sekitar Rp 335,25 triliun untuk belanja fungsi pertahanan di tahun mendatang. Angka ini mencakup alokasi dari Rupiah Murni dan Pinjaman Luar Negeri (PLN), meskipun belum ada kepastian mengenai Daftar Kegiatan Pinjaman Dalam Negeri untuk Kementerian Pertahanan.
Pinjaman Dalam Negeri tidak hanya digunakan untuk belanja di dalam negeri, tetapi juga untuk membiayai impor sistem senjata melalui pengadaan oleh industri pertahanan domestik. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, diperkirakan angka ini dapat mencapai Rp 50 triliun untuk periode 2025-2029, dengan berdirinya ambisi besar belanja pertahanan sebagai salah satu faktor pendorong.
Pemetaan Belanja Pertahanan Masa Depan Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai presiden, Prabowo Subianto mempunyai otoritas lebih luas dalam menentukan penggunaan anggaran pertahanan dibandingkan saat menjabat sebagai menteri. Terlihat jelas bahwa kekuasaan ini digunakan untuk meningkatkan belanja pertahanan dengan signifikan.
Refreshing outlook dari Kementerian Pertahanan untuk tahun anggaran 2025 mencatatkan belanja pertahanan senilai Rp 247,525 triliun, meningkat 48 persen dari pagu awal sebesar Rp 166,3 triliun. Jika outlook ini terpenuhi, maka kenaikan anggaran pertahanan di tahun ini akan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya mengalami kenaikan 36 persen.
Mengenai karakter belanja pertahanan dari 2025 hingga 2029, tampak ada tiga hal yang bisa diprediksikan. Pertama, anggaran pertahanan diperkirakan akan terus meningkat kecuali ada gejolak ekonomi yang signifikan yang berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Tiga Prediksi Utama Mengenai Anggaran Pertahanan Indonesia
Kedua, ada kemungkinan perebutan anggaran belanja di antara berbagai pos. Peningkatan anggaran ini diarahkan tidak hanya untuk kebutuhan belanja pegawai dan belanja barang, tetapi juga untuk memenuhi program-program pemerintah lainnya.
Untuk merespons kebutuhan pembangunan, Kementerian Pertahanan sebelumnya telah berencana membentuk 300 Batalyon Teritorial Pembangunan dan kini terus ditingkatkan menjadi 500 BTP. Proyek ini sendiri diperkirakan akan menyerap anggaran hingga mencapai kisaran ratusan triliun rupiah, berpotensi menembus angka Rp 1 kuadriliun.
Ketiga, modernisasi kekuatan pertahanan tidak akan menjadi prioritas utama dalam anggaran. Pengadaan sistem senjata masih bergantung pada PLN, tetapi nilai yang dialokasikan pada periode mendatang tidak akan jauh berbeda dengan anggaran sebelumnya, dan perlu dukungan dana Rupiah Murni Pendamping.
Tantangan dan Solusi Dalam Belanja Pertahanan
Satu dari banyak tantangan yang dihadapi Kementerian Pertahanan adalah masalah ketersediaan dana RMP. Di satu sisi, masih banyak program dari MEF 2020-2024 yang belum terlaksana karena keterbatasan dana, sementara di sisi lain Kementerian Pertahanan harus tetap melaksanakan program-program sesuai rencana.
Di masa yang bersamaan, pengadaan sistem senjata juga harus menjadi bagian penting dari belanja pertahanan. Meskipun prioritas pengadaan senjata harus segera dilaksanakan, program tambahan seperti pembentukan 500 Batalyon Teritorial juga akan menjadi agenda utama.
Bagaimana solusi untuk dilema ini yang berkaitan dengan penggunaan belanja modal? Jika cara mengatasi adalah terus mengandalkan pemakaian BA BUN, apakah hal ini akan berpengaruh pada kegiatan belanja sektor lainnya yang juga menggunakan metode yang sama? Pertanyaan-pertanyaan ini harus segera dijawab untuk menjaga keseimbangan dalam belanja negara.