www.rincilokal.id – Kekurangan pasokan gas di Indonesia tampaknya menjadi masalah yang tak pernah surut, terutama di sejumlah wilayah strategis. Terbaru, industri di Jawa Barat mengalami penurunan pasokan gas yang signifikan, memperlihatkan betapa rentannya situasi ini jika tidak dikelola dengan baik.
Data neraca gas dari PGN memproyeksikan bahwa wilayah Jawa Barat hingga Sumatra bagian selatan berpotensi mengalami defisit pasokan gas hingga 513 MMSCFD pada periode 2025-2035. Tentu saja, hal ini menciptakan tantangan serius bagi sektor industri yang sangat bergantung pada sumber energi ini.
Berbagai faktor mempengaruhi kekurangan pasokan gas di tanah air. Di antaranya adalah penurunan produksi gas di hulu, pemeliharaan tak terduga, dan gangguan operasional baik di hulu maupun dalam proses pengolahan dan distribusi.
Pentingnya Tata Kelola Gas yang Efisien di Indonesia
Masalah tata kelola gas yang buruk menjadi salah satu penyebab utama kekurangan pasokan gas. Kurangnya regulasi yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab pihak yang terlibat dalam penyediaan gas domestik mengakibatkan kebingungan dan efektivitas yang rendah dalam pengelolaan sumber daya ini.
Di tengah tantangan ini, dibutuhkan langkah-langkah struktural yang dapat mencegah kelangkaan pasokan gas di masa depan. Salah satunya adalah penunjukan agregator dan integrator gas yang akan bertanggung jawab secara resmi dalam penyediaan gas.
Penting untuk menciptakan entitas yang dapat mengonsolidasikan dan mengatur pengadaan gas dari berbagai sumber, mirip dengan peran Pertamina dalam penyediaan dan distribusi BBM. Agregator ini harus mampu mengambil peranan yang lebih efisien dalam pasar gas.
Peran Agregator-Integrator dalam Pasokan Gas Nasional
Agregator-integrator tidak hanya berfungsi sebagai pemasok, tetapi juga sebagai entitas yang mengelola infrastruktur gas secara menyeluruh. Ini termasuk pengelolaan proses pengadaan, penyimpanan, hingga distribusi agar semua bagian berfungsi dengan harmonis.
Agar dapat menjalankan perannya dengan efektif, agregator perlu memiliki infrastruktur yang memadai seperti terminal penerima, fasilitas regasifikasi, dan jaringan distribusi. Ini akan memastikan bahwa pasokan gas berjalan lancar, terutama bagi konsumen yang paling membutuhkannya.
Sebagai contoh, Malaysia dan Thailand telah berhasil menerapkan sistem agregator dalam pengelolaan gas domestik mereka. Di Malaysia, Petronas berperan sebagai agregator tunggal yang mengonsolidasikan seluruh pasokan gas, sehingga memudahkan penyediaan untuk sektor listrik dan non-listrik.
Studi Kasus: Pengelolaan Gas di Malaysia dan Thailand
Dalam sistem gas di Malaysia, peran Petronas sangat penting, terutama dalam pengoperasian jaringan distribusi. Sistem ini telah terbukti efektif dalam mengatur pasokan gas, meskipun ada peningkatan permintaan yang signifikan di awal tahun 2000-an.
Thailand juga memiliki model agregator yang diatur dengan baik, dengan PTT Public Company Limited berfungsi sebagai pemasok tunggal. PTT mengelola semua kontrak penjualan dan bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan pasokan bagi konsumen utama, seperti pemerintah dan sektor industri.
Model-model ini menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, pasokan gas dapat dioptimalkan, bahkan ketika tantangan eksternal seperti fluktuasi harga LNG global terjadi. Ini adalah sesuatu yang perlu dipikirkan oleh Indonesia untuk memperbaiki situasi pasokan gas.
Kebutuhan Reformasi Regulasi di Sektor Gas Indonesia
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa regulasi di sektor migas Indonesia masih perlu disempurnakan. Sampai saat ini, tidak ada entitas yang ditunjuk secara resmi untuk melakukan fungsi agregator dan integrator gas, sehingga tanggung jawab ini tersebar tanpa arah yang jelas.
UU Migas yang ada pun masih mengatur masalah penyediaan gas dalam kerangka yang terlalu kompleks tanpa penunjukan jelas. Jika pembenahan akan dilakukan, revisi terhadap kebijakan regulasi sangat penting untuk memberikan wewenang pada BUMN sebagai pengelola gas nasional.
Menentukan Pertamina, khususnya PGN, sebagai agregator dan integrator gas adalah langkah logis yang perlu dilakukan. Sebagai pemain utama di sektor gas dengan infrastruktur nasional yang luas, PGN sudah memiliki kapasitas untuk menjalankan fungsi ini.
Dengan adanya perubahan hukum dan regulasi yang tegas, dapat diharapkan bahwa pasokan gas di masyarakat dapat berjalan lebih lancar. Keterpaduan dalam pengaturan dan pengelolaan gas akan menghindarkan Indonesia dari krisis energi yang berulang.
Dari semua langkah yang bisa diambil, satu hal yang pasti adalah bahwa kolaborasi antara pemerintah, perusahaan energi, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan sistem pasokan dan pengelolaan gas yang efisien. Ketika semua pihak bersinergi dengan baik, masa depan pasokan gas Indonesia bisa lebih cerah.