www.rincilokal.id – Siapa yang menyangka bahwa seorang prajurit Jepang yang dinyatakan tewas pada masa Perang Dunia II ternyata masih hidup selama puluhan tahun? Kisah ini bukan hanya mengungkap fakta menakjubkan, tetapi juga menggambarkan bagaimana realitas terkadang terpisah jauh dari kenyataan yang diketahui masyarakat luas.
Teruo Nakamura, prajurit yang berasal dari Taiwan, menjalani hidup yang penuh liku-liku setelah dinyatakan tewas. Dia menghabiskan waktu lebih dari tiga dekade bersembunyi di hutan Maluku, tak menyadari bahwa perang yang ia jalani telah usai.
Awal Kehidupan Teruo Nakamura dan Perang yang Mengubah Segalanya
Teruo Nakamura lahir di Taiwan dengan nama asli Attun Palalin. Pada tahun 1942, setelah Taiwan dijajah Jepang, ia melakukan perubahan nama dan bergabung dengan angkatan bersenjata Jepang sebagai sukarelawan. Penugasan awal membawanya jauh dari rumah, membawa dia ke Halmahera, Maluku.
Selama di Halmahera, Teruo bertugas untuk mempertahankan pulau-pulau dari serangan musuh. Pada Juli 1944, pasukannya dipindahkan ke Morotai, di mana ia tergabung dalam Resimen Infanteri 211. Tugas mereka jelas; mempertahankan Pulau Morotai dari serangan tentara Amerika Serikat yang semakin intens.
Saat itu, situasi pasukan Jepang di Morotai semakin tertekan. Pada 1945, setelah Jepang menyerah pada sekutu, Teruo dan rekan-rekannya masuk ke hutan untuk menyelamatkan diri dari serangan. Sayangnya, berita tentang penyerahan Jepang tidak pernah sampai ke Telinga Teruo dan kompinya.
Selama bertahun-tahun, Teruo tetap percaya bahwa perang masih berlangsung. Akibat ketidakpahaman ini, dunia luar menganggapnya telah meninggal. Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang mengumumkan bahwa Teruo telah tewas dalam dinas sejak 3 Maret 1945.
Keberlangsungan Hidup di Hutan Maluku yang Terasing
Setelah ditinggalkan oleh rekan-rekannya, Teruo memutuskan untuk hidup sendiri. Dia bertahan hidup dengan cara berburu dan mencari bahan makanan di hutan. Gubuk sederhana yang dibangunnya terbuat dari bambu, sementara tempat tidurnya adalah tumpukan daun ilalang.
Dia membangun kebun seluas 700 meter persegi, di mana dia menanam berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Singkong, tebu, dan pisang menjadi bagian dari menu sehari-harinya. Dengan pengetahuannya tentang hutan, Teruo mampu memenuhi kebutuhan makanan tanpa tergantung pada dunia luar.
Meskipun hidup dalam kesunyian, Teruo tetap memperhatikan penampilannya. Dia rutin mandi dan memangkas rambutnya, berusaha menjaga diri agar tetap bersih. Menggunakan permukaan air sungai sebagai cermin, dia melakukan perawatan diri meski dalam kondisi terasing.
Namun, hidup sebatang kara di tengah hutan tidaklah mudah. Dengan berjalannya waktu, kesepian dan ketidakpastian mulai mengikis semangatnya. Dia terus berusaha menyamankan diri, meskipun harus berhadapan dengan ketidakpastian dan kesedihan hati saat menyadari bahwa masa lalunya telah hilang.
Ditemukan oleh Tim Tentara dan Reaksi Awal Teruo
Keberadaan Teruo akhirnya terungkap pada tanggal 18 Desember 1974. Dua tentara Indonesia menemukan dia sedang menebang pohon di hutan. Dalam penemuan ini, Teruo tampak sehat dan fit meskipun telah hidup menyendiri selama beberapa dekade.
Ketika ditemukan, Teruo tidak menyadari bahwa yang menemukannya adalah tentara yang datang untuk membantu, bukan musuh. Dengan penampilan liar dan reaksi panik, Teruo melawan saat akan diangkut, mengira mereka adalah bagian dari konflik yang masih terjadi.
Setelah berhasil berkomunikasi, petugas membawa Teruo ke kota dan memeriksanya. Kesehatannya dinyatakan baik, dan dia diperkenalkan pada Duta Besar Jepang. Di sinilah dia mendapatkan penjelasan tentang berakhirnya perang yang telah berlangsung lama.
Pertemuan dengan Duta Besar Jepang dan Mayor Jenderal Kawashima juga membantunya menerima kenyataan bahwa hidupnya telah berubah drastis. Teruo akhirnya diminta untuk menyerahkan senjata dan kembali ke Taiwan, negara asalnya, yang saat itu sudah berdaulat.
Kembalinya Teruo ke Taiwan dan Kehidupan Setelah Penemuan
Setelah pulang, Teruo akhirnya bisa berkumpul kembali dengan istrinya yang telah merelakan dirinya selama 30 tahun. Momen ini menjadi harapan baru bagi Teruo setelah menjalani kehidupan yang penuh perjuangan. Namun, mereka dipisahkan lagi saat istri Teruo meninggal dunia pada tahun 1979.
Kisah Teruo Nakamura merupakan pelajaran tentang ketahanan manusia dan bagaimana perang dapat mengguncang kehidupan seseorang secara mendalam. Ia tidak hanya kehilangan tahun-tahun berharga, tetapi juga kontak dengan dunia luar, yang menyakitkan bagi siapa pun.
Dalam banyak hal, perjalanan Teruo menjadi pengingat bahwa meskipun dunia berputar dan sejarah terus maju, beberapa individu mungkin terjebak dalam ruang dan waktu yang berbeda, merasakan dampak dari konflik yang telah usai. Kisahnya membawa kita ke pelajaran penting tentang bagaimana manusia menghadapi perubahan dan ketidakpastian dalam hidup mereka.