www.rincilokal.id – Di tengah dinamika ekonomi Asia Tenggara, hidup dari gaji ke gaji tanpa tabungan menjadi kenyataan yang dialami oleh banyak pekerja. Sebuah studi menunjukkan bahwa sekitar 54% warga Indonesia menghabiskan seluruh pendapatan bulanan mereka semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di kawasan ini, Singapura menjadi salah satu negara dengan proporsi tertinggi, di mana sekitar 60% pekerja hidup tanpa menyisihkan dana untuk tabungan. Angka ini melewati rata-rata Asia-Pasifik, yang mencapai 48%, dan menunjukkan bagaimana tren ini ada di Indonesia dan Thailand.
Situasi ini mencerminkan perubahan besar dalam perilaku finansial masyarakat. Banyak pekerja cenderung memprioritaskan gaya hidup, pengalaman, dan perawatan diri daripada menabung untuk masa depan atau investasi yang lebih substansial.
Kenaikan Biaya Hidup dan Penurunan Daya Beli
Situasi semakin mendesak dengan tingginya biaya hidup yang dikeluhkan oleh banyak orang. Di beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Singapura, harga kebutuhan pokok melonjak, sementara pendapatan riil pekerja cenderung stagnan atau bahkan menurun.
Joshua Lim, seorang manajer kekayaan, menyoroti bahwa sebagian pekerja kini tergolong sebagai “100% spender”. Mereka menghabiskan semua penghasilan yang diperoleh, bahkan melalui metode yang tidak konvensional seperti “buy now, pay later”.
Dampak dari pola pengeluaran ini terlihat pada adanya peningkatan signifikan dalam penyaluran bantuan keuangan melalui skema BNPL. Di Indonesia, misalnya, penyaluran oleh lembaga multifinance meningkat lebih dari 54% pada pertengahan tahun 2025, menunjukkan betapa besar pengeluaran terjadi di masyarakat.
Perilaku Konsumtif di Kalangan Pekerja Muda
Sebuah fenomena menarik muncul di kalangan pekerja muda yang lebih memilih untuk menginvestasikan uang mereka dalam pengalaman daripada tabungan. Banyak yang memilih untuk membeli barang-barang mewah atau berlibur, berpotensi merugikan keuangan jangka panjang mereka.
Dengan peningkatan konsumsi pascapandemi, dorongan untuk menikmati kehidupan kini menjadi prioritas utama. Padahal, kondisi keuangan yang tidak menentu dapat mengarah pada risiko finansial yang besar di masa mendatang.
Pakar ekonomi memperingatkan bahwa jika perilaku ini terus berlanjut, banyak rumah tangga di kawasan ini dapat menghadapi tantangan keuangan. Mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar saat menghadapi kondisi ekonomi yang tidak terduga, seperti kehilangan pekerjaan atau krisis finansial.
Risiko Finansial yang Mengintai di Masa Depan
Kondisi saat ini menunjukkan perlunya bagi banyak pekerja untuk mulai memikirkan pentingnya menabung. Kebergantungan yang tinggi pada pengeluaran dapat memicu masalah serius jika situasi darurat menghampiri, seperti pandemi atau resesi ekonomi.
Ekonom menyarankan agar individu dan keluarga mulai menerapkan langkah-langkah disiplin dalam pengelolaan keuangan. Melakukan perencanaan anggaran yang baik dan menyisihkan sebagian penghasilan untuk tabungan menjadi kunci untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan.
Kendati ada segenap tantangan, banyak inisiatif yang bisa diambil, mulai dari edukasi finansial hingga penggunaan aplikasi yang membantu dalam pengelolaan anggaran. Dengan pendekatan yang lebih bijak, diharapkan perilaku finansial yang lebih positif dapat tumbuh di kalangan masyarakat.